Wanita-Muslimah Yahoogroups.com

RSS to JavaScript

Mbak Rita

Ardi Cahyono

Idiosyncracy

Mas Arcon

Opotumon

Map IP Address
Powered by

Selamat datang, sugeng rawuh ..

Apapun tujuan Anda membuka Blog ini, saya tetap selalu mendoakan semoga hari-hari Anda selalu indah, semoga bahagia selalu menyertai, dan yang penting semoga mbesuk-nya husnul khatimah dan masuk surga, terserah mau surga versi yang mana :-) ..

Catatan: Tidak terima kritik, karena kritik itu artinya "keri tur setitik"

 

Custom Search

Wednesday, June 18, 2008

Rengeng-rengeng 2

Waktu ngaji masih kecil dulu, Kyai di kampung saya ngasih penjelasan sederhana bahwa setan itu ada dua macem, berujud jin dan manusia (minal jinnati wannaas). Kata pak kyai, "Kalau kalian suka ngajak-ngajak berbuat yang tidak baik, artinya kalian sudah menjelma jadi setan." Habis itu, seperti layaknya sekumpulan anak yang masih ingusan, saya dan temen-temen suka saling memberi label setan jika ada yang mengajak berbuat tidak baik.

Sejak itu bisa dibilang setan dalam pemahaman saya bukan lagi sosok gaib yang muncul di saat-saat tertentu dengan wajahnya yang mengerikan. Setan bukan lagi sesuatu yang abstrak, tetapi riil. Setan selalu hadir dan bisa dijumpai di mana-mana. Setan yang bisa dijumpai ini bukan hanya berujud manusia sebagai sosok makhluk, seperti yang diajarkan oleh kyai kampung saya, tapi sudah berupa manusia-manusia yang saling tali temali satu sama lain. Atau dengan kata lain, bisa dibilang setan sudah berujud sebagai suatu system. Setan inilah yang luar biasa dahsyatnya. Setan jenis ini yang bisa mendorong pada kejahatan massal dan terstruktur, bisa menimbulkan rasa keputus asaan secara massal. Setan model beginian adalah biangnya segala biang setan.

Berbanding lurus dengan berkembangnya pemahaman tentang setan, sebagai personifikasi yang jahat-jahat, maka berkembang pula pemahaman tentang tuhan yang merupakan kebalikan setan, menjadi personifikasi yang baik-baik (terkadang juga dipersonifikasikan pada malaikat). Tuhan bukan lagi sekedar sosok "antah-berantah" seperti digambarkan dalam tafsir klasik agama-agama. Tapi tuhan juga merupakan sesuatu yang riil dan bisa dijumpai di mana-mana. Dijumpai di sini pun bukan sekedar seperti gambaran sufisktik, tersingkapnya tirai gaib, namun juga dijumpai di setiap saat di hadapan kita dengan penalaran yang masih sehat dan 'nggenah'.

Sodoran mas Agus Syafii tentang basmalah versus lampu terasa begitu mengena, jika kita mau secara kreatif mengembangkannya lebih jauh. (Mas Agus, sesuai prinsip "matinya pengarang", harap jangan protes tulisan sampeyan tak kembangin lebih jauh meski itu -mungkin- nggak sama dengan maksud sampeyan). Kita bisa buat pertanyaan sendiri, "Di mana tuhan dalam kasus menghidupkan lampu itu. Pada basmalahnya atau pada proses integral mulai dari arus listrik, tombol, tangan manusia sampai bertemunya dua arus melalui medium di dalam bolahm ? Salah satu, atau pada kedua-duanya, atau tidak pada kedua-duanya ?" Kemudian bisa dilanjutkan lagi, apa alasan kita memilih salah satu dari tiga kemungkinan itu ?

(dilanjut minggu depan, kalau ada waktu ..... dan ada mood :-))

No comments: