Tahun 2003 tak terasa sebentar lagi akan lewat. Setiap orang punya sikap dan caranya sendiri dalam menghadapi pergantian tahun. Baik mengenai peristiwa pergantian tahunnya sendiri, hal-hal yang terjadi atau dialami pada tahun yang akan ditinggalkan, maupun rencana-rencana di tahun yang akan datang. Biarkanlah tiap orang dengan sikap dan caranya masing-masing, karena tiap orang punya subyektivitas yang merupakan refleksi dari objek-objek yang diterima atau diserapnya. Coretan inipun hanya sekedar cara yang lahir dari sikap subyektif saya terhadap pergantian tahun yang akan terjadi beberapa hari lagi, berikut segala macam kaitannya. Ini juga bukan contoh atau mengajari Anda bagaimana mestinya menyikapi pergantian tahun. Tidak, sama sekali tidak. Sesuatu yang saya anggap penting, tidak ada keharusan sedikitpun bagi Anda untuk juga menganggapnya penting. Begitu juga sesuatu yang saya anggap tidak penting, tidak ada larangan jika Anda menganggapnya penting. Yang saya minta dari Anda sekedar hargailah hak saya. Anda tidak harus menghargai sikap dan cara saya.
Anda boleh tidak setuju, mencibir, sampai dengan mencaci-maki saya. Itu sepenuhnya hak Anda. Namun Anda tidak boleh melarang saya, selama sikap dan cara saya tidak mengusik hak Anda. Jika Anda -dengan subyektivitas Anda- melarang saya, maka dengan segala daya upaya akan saya pertahankan hak mendasar yang dianugerahkan Tuhan pada saya ini.
Beberapa kalimat di atas merupakan ungkapan lain dari prinsip dasar demokrasi: "Saya tidak setuju pendapat Anda, tapi akan saya bela hak Anda untuk menyampaikan pendapat Anda." Sengaja saya buat kalimat pembuka seperti itu, karena dalam coretan menjelang akhir tahun ini saya akan "ngomel" tentang demokrasi.
Demokrasi adalah sistem terburuk nomor dua setelah sistem otoriter / diktator. Demokrasi dipilih bukan karena ia merupakan suatu sistem yang sempurna dan bisa menjawab berbagai macam permasalahan yang bisa memuaskan semua pihak.Tidak! Demokrasi dipilih karena itulah yang terbaik di antara yang terburuk. Demokrasi, lengkap dengan segenap kelemahan dan kekurangannya dinilai memberi PELUANG lebih besar bagi terciptanya sistem kehidupan yang lebih baik ketimbang sistem otoriter. Dalam satu kurun waktu perjalanan peradaban manusia, demokrasi merupakan reaksi, perlawanan, pemberontakan umat manusia terhadap otoritarianisme para raja dan bangsawan yang biasanya didukung oleh kaum agamawan. Demokrasi lahir sebagai alternatif yang memberi peluang partisipasi setiap warga negara untuk ikut menata kehidupannya. Jadi, demokrasi sama sekali bukan barang gratisan.
Ketika kesadaran tentang hak tiap individu meningkat, ketika pengetahuan serta pemahaman manusia tentang hak dan harkat hidup diri serta sesamanya meningkat, demokrasi merupakan keniscayaan. Manusia yang sadar akan haknya sebagai individu yang "unique", yang tiada duanya, akan menolak unsur di luar dirinya jadi penentu pilihan jalan hidupnya. Manusia yang sudah sampai pada kesadaran seperti ini, biasanya juga tidak minat berusaha mengambil hak orang lain untuk menentukan jalan hidupnya masing-masing. Hak individu adalah sesuatu paling azasi yang dianugerahkan Tuhan pada manusia, yang tidak pada tempatnya jika ada manusia lain mengambil secara paksa hak individu seseorang itu.
Tahun depan, pemilu yang merupakan salah satu sub-system demokrasi akan diselenggarakan lagi. Setiap orang sangat mungkin akan berbeda memandang pemilu yang akan datang. Saya juga punya cara pandang sendiri, yang tidak harus sama dengan orang lain. Sebaliknya, Anda pun juga berhak punya cara pandang yang tidak sama dengan saya. Jika -seandainya- Anda termasuk orang yang menaruh harapan besar pada pemilu yang akan datang, tentu bukan bermaksud nantang Anda 'duel' jika saya menyampaikan hal yang sebaliknya bahwa saya termasuk orang yang tidak terlalu berharap pada pemilu tahun depan. Kenapa .. ?
Saya perkirakan pemilu tahun depan berikut dengan rentetannya, belum akan beranjak jauh dari pemilu '99, meski dalam beberapa hal akan lebih baik. Pemilu tahun depan masih merupakan euforia kebebasan berpolitik setelah terpasung sekian lama. Sepertinya, kita masih akan disuguhi arena adu otot dan tontonan "blantik-blantik" melakukan transaksi politik dagang sapi. Saya belum berharap munculnya titik terang terwujudnya cita-cita "civil society". Perilaku parpol-parpol, serta tokoh-tokoh (yang ngakunya) non parpol yang sempat terekam dalam media-media berskala nasional maupun lokal belum secara serius menunjukkan ke arah itu.
Namun meski pesimis, saya membiasakan diri memandang sesuatu sebagai proses dan bukan suatu yang final. Demokrasi di Indonesia pun juga suatu proses. Untuk membuat proses demokrasi itu jadi lempang, tidak ada pilihan lain kecuali kita juga mesti membangun infrastruktur politik yang tangguh. Dan infrastruktur politik yang tangguh itu hanya akan mungkin terbangun jika kita sudah memiliki kesadaran tentang hak kita masing-masing. Hak untuk hidup, hak untuk meyakini suatu keyakinan, hak untuk memilih jalan hidup dan sebagainya. Pentingnya menghargai pluralitas, pentingnya menghormati kebebasan berpikir, berekspresi dan berpendapat. Tanpa kesadaran seperti itu, bukan tidak mungkin kita akan disuguhi tontonan orang, sekelompok orang, suatu partai atau ideologi akan menggunakan jalan demokratis untuk memberangus hak-hak sesamanya, bahkan untuk "membunuh" demokrasi itu sendiri.
Selamat Natal bagi yang merayakan, dan selamat menyongsong tahun baru 2004.
27 Desember 2003
Selamat datang, sugeng rawuh ..
Apapun tujuan Anda membuka Blog ini, saya tetap selalu mendoakan semoga hari-hari Anda selalu indah, semoga bahagia selalu menyertai, dan yang penting semoga mbesuk-nya husnul khatimah dan masuk surga, terserah mau surga versi yang mana :-) ..
Catatan: Tidak terima kritik, karena kritik itu artinya "keri tur setitik" 
Custom Search
Wednesday, June 18, 2008
Rengeng-Rengeng : Coretan Akhir Tahun 2003
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment