Asyik juga melihat perbandingan-perbandingan, apalagi jika perbandingan itu antar person-person tenar yang sudah jadi 'icon' bangsa. Yang lebih membuat asyik, perbandingan itu menyuruk ke dimensi yang lebih dalam ketimbang sekedar yang bisa dilihat mata telanjang. Coba saja Anda bayangkan perbandingan Aa Gym - Inul dan Ulil - Inul. Kalau ada yang bilang "erotika terselubung makna libido ada pada Aa Gym, dan makna spiritual pada Inul juga ada", atau mau yang lebih lugas tanpa tedeng aling-aling seperti ujaran teman saya, Cak Ardi Cahyono yang moderator milis muhammadiyah2002@ itu : "Nonton Inul lebih bisa membuat pikiran jadi fresh, ketimbang ceramahnya Aa Gym atau Zainuddin MZ". (Sorry Cak, kalimatnya tak modifikasi biar lebih mengena .. sekalian selamat 'mempertanggung-jawabkan' ujaran sampeyan itu ..)
Perbandingan berikutnya, antara Ulil - Inul. Dari segi estetika bunyi, perbandingan yang ini lebih enak ketimbang Aa Gym - Inul. Tapi bukan itu yang penting. Yang lebih penting adalah perbandingan yang dibuat mas Bimo mengenai Ulil - Inul. Ulil - Inul merupakan dua sosok yang sama-sama menembus batas-batas tabu, menurut mas Bimo. Kalau Ulil merobek batas tabu pemikiran agama, maka si Inul menghajar batas tabu budaya.
Saya sulit menahan diri untuk tidak ikut-ikutan nimbrung soal banding membanding ini. Apalagi, mengamini mas Bimo, saat ini lagi suntuk di tengah gencarnya berita tentang perang Bush vs Saddam. Kemudian, daripada membanding-bandingkan secara terpisah, sekalian saja saya bikin perbandingan ketiganya sekaligus Ulil - Inul - Aa Gym, atau kalau mau dibalik jadi Aa Gym - Inul - Ulil juga terserah saja. Saya melihat titik persamaan antara ketiganya, yang bertemu pada 'gairah kaum muda'. Kebetulan ketiganya memiliki sisi-sisi tertentu yang juga saya kagumi. Saya urai satu persatu.
Pertama, kekaguman saya terhadap Ulil terletak pada semangat pembaharuan yang terus menerus dia hembuskan, plus sikap konsekuennya dalam mempertanggung jawabkan setiap ide-ide yang dia lontarkan. Ulil nampak seperti punya energi berlebih buat meladeni 'keberatan-keberatan' terhadap pemikirannya secara elegan. Bukan hanya di seminar-seminar atau media massa, tetapi juga di internet, khususnya mailing list. Point terakhir ini yang sebenarnya perlu mendapat catatan khusus. Internet secara umum memiliki sifat yang jauh lebih egaliter dan demokratis di banding media konvensial (tentunya tetap ada pengecualian, bahwa kelakuan feodal dan fasis pun ada di internet). Internet, memiliki mekanisme komunikasi timbal balik yang jauh lebih sederhana di banding media konvensional. Saat kita melontarkan ide atau pendapat di Internet, ada dua kemungkinan konsekuensi yang bakal mengikuti. Pertama kita mesti siap mempertahankan pendapat kita dari gempuran-gempuran orang lain, yang
-barangkali- tidak pernah kita sangka-sangka, dengan dasar dan argumen-argumen yang bisa dipertanggung jawabkan. Kemungkinan kedua adalah kita mesti menarik atau mengoreksi pendapat kita jika memang tidak bisa lagi dipertahankan. Jika kita menolak kedua kemungkinan itu, jangan kaget kalau tiba-tiba kita diberi stempel "asal njeplak". Dan Ulil cukup punya keberanian untuk itu, di saat banyak tokoh-tokoh lain berlindung di balik kata 'sibuk'.
Kedua, kekaguman saya terhadap Inul si 'goyang ngebor'. Melihat catatan perjalanan karir Inul yang benar-benar dimulai dari bawah, dari kampung ke kampung sampai mencapai ketenaran seperti sekarang, yang gaungnya juga terdengar sampai ke manca negara. Hebatnya, loncatan hebat karir anak ini sama sekali tidak membuat dirinya gagap. Inul adalah seorang profesional sejati.
Ketiga tentang Aa Gym. Kekaguman saya terhadap si Aa, di samping karena perjalanan 'karir' Aa yang mirip-mirip si Inul, juga terletak pada kemampuannya meramu -ini istilah saya- "tasawuf pop". Aa mampu membuat short cut-short cut yang relatif sederhana dalam memahami agama, terutama tasawuf. Dan kemampuan Aa ini menemukan momentum yang tepat, di saat banyak orang gandrung dengan short cut-short cut, serta mampu menjadi satu tawaran alternatif di samping short cut-short cut lain, yang penekanannya lebih pada teologi dan fiqh dengan wacana yang -menurut saya- lumayan mengerikan.
Apakah dengan kekaguman saya itu berarti juga saya menyetujui, menggemari atau mengikuti mereka ? Tidak. Mengagumi sisi-sisi tertentu dengan menyetujui atau apalagi mengikuti adalah hal yang berbeda.
Di banding Ulil yang masih bermain-main di dinding, yang membuatnya belum bisa keluar dari posisi defensif, atau di banding Aa Gym yang masih terkungkung dalam konsep teologi yang cenderung fatalistik dan bakalan membuatnya hanya bisa berputar-putar, (bukan nyombong lho) saya lebih memilih gagasan saya sendiri daripada mengikuti mereka. Soal Inul pun, meski saya juga gemar musik dangdut, tapi saya jelas punya penyanyi dangdut favorit sendiri, dan itu bukan Inul.
Namun, point-point terakhir yang saya tulis di atas, tidaklah menggugurkan kekaguman saya, dan juga tidak mengurangi respek saya terhadap mereka. Welcome Mas Ulil, sugeng rawuh Mbak Inul, selamat datang Aa Gym.
26 Maret 2003
Selamat datang, sugeng rawuh ..
Apapun tujuan Anda membuka Blog ini, saya tetap selalu mendoakan semoga hari-hari Anda selalu indah, semoga bahagia selalu menyertai, dan yang penting semoga mbesuk-nya husnul khatimah dan masuk surga, terserah mau surga versi yang mana :-) ..
Catatan: Tidak terima kritik, karena kritik itu artinya "keri tur setitik" 
Custom Search
Wednesday, June 18, 2008
Rengeng-rengeng 6
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment