Wanita-Muslimah Yahoogroups.com

RSS to JavaScript

Mbak Rita

Ardi Cahyono

Idiosyncracy

Mas Arcon

Opotumon

Map IP Address
Powered by

Selamat datang, sugeng rawuh ..

Apapun tujuan Anda membuka Blog ini, saya tetap selalu mendoakan semoga hari-hari Anda selalu indah, semoga bahagia selalu menyertai, dan yang penting semoga mbesuk-nya husnul khatimah dan masuk surga, terserah mau surga versi yang mana :-) ..

Catatan: Tidak terima kritik, karena kritik itu artinya "keri tur setitik"

 

Custom Search

Monday, September 1, 2008

Paijo : Kemesraan

Jarak 10 km bukanlah jarak yang terlalu jauh bagi Paijo ditempuh dengan sepeda onthel. Paijo terbiasa menempuh jarak lebih dari itu kalau motor bututnya pas ngadat seperti sekarang ini. Namun, tak ayal siang yang begitu terik memaksanya istirahat ketika jarak yang ditempuh belum sampai setengahnya.

Paijo memilih berhenti di dekat penjual es cendol sebelah pasar. Selain tempatnya rada teduh, bisa sekaligus jajan es cendol buat menghilangkan rasa haus.

"Pak, es cendolnya satu Pak," pesan Paijo setelah menyandarkan sepedanya ke pagar jalan.

"Minum di sini atau dibungkus Mas ?" tanya penjual es cendol itu.

"Minum di sini aja Pak," jawab Paijo sambil menyeka keringatnya dengan sapu tangan.

Usia penjual es cendol itu sekitar lima puluhan, sebaya dengan orang tua Paijo. Sepertinya ia sudah lama menekuni profesinya itu, melihat dari keluwesan dan kecekatannya meramu es cendol.

"Silakan diminum Mas .." kata penjual itu dengan ramah sambil menyodorkan gelas pada Paijo.

"Makasih Pak."

"Kok, kelihatannya capek banget," kata penjual es cendol. "Habis jalan jauh ya Mas ?"

Paijo tidak segera menjawab. Dilihatnya sejenak wajah orang tua itu. Sepertinya tulus dan pertanyaannya tidak mengandung pretensi apapun.

"Nggak jauh-jauh amat kok Pak .." jawab Paijo. "Cuman, siang ini kok panas betul. Jadinya terasa begitu capek."

"Panas kayak begini kan rejeki buat orang kayak saya ini Mas," kata bapak itu sambil tersenyum. "Coba kalau hujan deras, pasti es saya nggak laku."

"Iya ya Pak. Lha kalau seharian hujan, Bapak terus gimana ?" tanya Paijo.

"Ya terima aja. Lha wong udah jatahnya hujan. Lagian, saya tidak tergantung sepenuhnya sama jualan es cendol ini. Kalau malem saya juga jual jagung rebus. Jadi tetep masih ada sumber penghasilan meskipun rada berkurang," jawab penjual es cendol itu masih dengan tersenyum ramah.

"Nggak capek Pak, siang jualan es malemnya masih jualan jagung ?" tanya Paijo.

"Kalau mau dibikin capek ya capek, kalau mau dibikin nggak capek ya nggak capek. Gitu aja kok Mas," jawab bapak itu datar. "Kayak hidup ini kan juga begitu Mas. Mau dibikin susah ya bisa aja, mau dibikin gampang ya karena memang dasarnya nggak susah."

Paijo tersenyum. Tidak ada kesan menggurui dari bapak itu, baik mimiknya maupun nada bicaranya.

"Sebenarnya ya Mas ya," lanjut bapak itu lagi. "Siapa sih yang mau memilih susah ? Lha jualan kayak gini kan selain butuh tenaga, juga ada resikonya kalau dagangan nggak lagu. Tapi ya nggak papa. Jalani dan nikmati saja. Kalau nggak begitu, gimana saya bisa menafkahi keluarga, nyekolahkan anak-anak ?"

"Ngomong-ngomong, putranya ada berapa Pak ?" tanya Paijo.

"Lima Mas. Yang paling besar sebaya panjenengan dan sekarang lagi kuliah. Yang paling kecil masih SD," jawab bapak itu tanpa niatan pamer.

"Wah, hebat juga ya Pak ?"

"Nggak kok Mas, biasa-biasa aja. Alhamdulillah, sejak kecil saya didik anak-anak saya agar nggak bergantung sepenuhnya sama orangtua. Yang paling besar itu bisa kuliah nggak sepenuhnya biaya datang dari saya. Ya, urunan lah. Sebagian dari saya sebagian dia cari sendiri. Kebetulan anak saya itu meski kuliah nggak gengsian. Dia mau kerja apa saja yang penting halal."

Tak terasa hampir setengah jam Paijo ngobrol dengan penjual es cendol itu.

"Pak, berapa ?" Paijo tanya harga es cendol.

"Empat ratus Rupiah Mas."

Paijo merogoh sakunya, ada selembar limaribuan.

"Ini Pak .." kata Paijo sambil menyodorkan uangnya.

"Aduh Mas, belum ada kembaliannya. Nggak ada uang Pas ?"
Paijo merogoh-rogoh kembali sakunya. Dibuka juga dompetnya.

"Wah Pak, adanya cuman tigaratus perak. Saya tukar dulu aja ya Pak, sekalian beli rokok."

"Nggak usah Mas, itu saja nggak papa," kata bapak itu.

"Ya deh, kurangnya insya Allah laen waktu kalau saya lewat sini lagi," kata Paijo.

"Nggak usah Mas. Anggep saja udah lunas. Nggak usah janji-janjian, ntar kalau lupa bisa jadi beban panjenengan," kata penjual cendol sambil tersenyum
Paijo tertegun sejenak mendengar kata-kata bapak itu.

"Ya, makasih banyak Pak .."

Paijo mengambil sepedanya, dilihatnya orang-orang mulai keluar dari kantor. "Ini jam istirahat, tentu bapak itu akan segera menuai rejekinya," batin Paijo.

Paijo segera menggenjot sepedanya. Badannya terasa lebih segar kini. Entah karena es cendol, atau karena habis ngobrol dengan penjualnya. Yang jelas, Paijo serasa mendapat pelajaran baru, juga kemesraan yang wajar dan sangat manusiawi sekaligus dari orang yang tidak dia kenal sebelumnya. Hal yang mulai langka kini.

3 Mei 2002

No comments: