Wanita-Muslimah Yahoogroups.com

RSS to JavaScript

Mbak Rita

Ardi Cahyono

Idiosyncracy

Mas Arcon

Opotumon

Map IP Address
Powered by

Selamat datang, sugeng rawuh ..

Apapun tujuan Anda membuka Blog ini, saya tetap selalu mendoakan semoga hari-hari Anda selalu indah, semoga bahagia selalu menyertai, dan yang penting semoga mbesuk-nya husnul khatimah dan masuk surga, terserah mau surga versi yang mana :-) ..

Catatan: Tidak terima kritik, karena kritik itu artinya "keri tur setitik"

 

Custom Search

Monday, September 1, 2008

Paijo: Pembakaran Buku

Sore itu Paijo dan Rakhmat duduk-duduk di depan kamar mereka sambil menikmati teh hangat. Mereka tampak asyik dalam obrolan ringan yang diselingi dengan canda. Begitulah mungkin cara orang kecil menikmati saat-saat senggang setelah hampir seharian bekerja keras.

"Assalamu 'alaikum," sapa Budi yang tiba-tiba datang.

"Wa 'alaikumussalam, ohoi, rajin betul mahasiswa kita ini. Seharian kuliah sampai tampangnya kusut begitu," jawab Paijo hangat. "Aku tunggu-tunggu dari tadi sampai tehnya udah mau dingin. Minum dulu deh, mandinya entar aja."

Tanpa basa-basi, Budi langsung mengambil cangkir teh yang sudah disediakan untuknya dan langsung meminumnya.

"Dari mana aja Bud, tumben kok sampai sore begini ?" tanya Rakhmat.

"Tadi habis ikut temen-temen diskusi soal pembakaran buku," jawab Budi sambil melepas sepasang sepatunya.

"Pembakaran buku apaan ?" tanya Paijo.

"Nih, baca sendiri," Budi mengeluarkan kertas-kertas cetakan berita tentang pembakaran buku-buku kiri yang didapatnya dari internet. Paijo dan Rakhmat berebut mengambilnya.

"Apa komentar temen-temenmu Bud ?" tanya Rakhmat dengan mimik kalem setelah selesai membaca satu lembar berita di tangannya.

"Ya.. rata-rata menyayangkan Mat. Ini kan sudah termasuk menghalangi kebebasan berpendapat serta hak memperoleh informasi seluas-luasnya. Rencananya kita mau bikin petisi."

"Apa pendapatmu Jo ?" tiba-tiba Rakhmat mengalihkan pertanyaan pada Paijo yang masih serius membaca.

"Jelas ini sama sekali nggak bisa dibenarkan. Fasis, norak, kampungan .. "

"Ya .. jangan ketus begitu to Jo," kata Rakhmat.

"Biarin aja. Lha wong kayak gitu, aku mesti komentar gimana lagi," kata Paijo.

"Bukankah segala sesuatu itu ada sebab-akibatnya Jo ?" Rakhmat bertanya lagi.

"Sebab akibat apa. Kamu mau mbelain mereka. Apa kamu menyetujui Mat. Apa sekarang kamu tak lagi mau menerima perbedaan pendapat ?" Paijo balik bertanya.

"Jo .. Jo. Sejak kapan otakmu jadi picik kayak gitu, sejak lahir ya ?" kata Rakhmat sembari senyam-senyum.

"Maksudmu ?"

"Kalau aku nggak menerima perbedaan pendapat, nggak usah jauh-jauh Jo, kamu duluan yang aku cekik he .. he .. Bukankah kamu sering bilang, kalau ada orang maling ayam itu tidak lantas boleh digebuki seenaknya. Kalau dihukum pun tidak harus sesuai dengan text KHUP. Mestinya diselidiki lebih jauh, kenapa dia maling .. dan seterusnya, dan seterusnya. Kok sekarang kamu nggak pakai sikap yang sama untuk kasus pembakaran buku ini ?" Rakhmat menjelaskan. "Lagipula sejak kapan membela itu sama dengan menyetujui. Kalau logika kamu itu diterapkan dalam bidang hukum, berarti nggak bakalan ada pembela di pengadilan."

"Entahlah Mat. Sepertinya aku geram betul dengan masalah ini."

"Apa pendapatmu Bud ?" beralih Rakhmat ke Budi.

"Nggak ah, capek. Kalian aja terusin, aku mau nyantai dulu," jawab Budi sambil menyruput tehnya.

"Oke kita mulai dengan orang jatuh cinta. Kamu pernah jatuh cinta, Jo ?" yang ditanya cuma nyengir. "Jika kamu jatuh cinta dengan kekasih kamu, Jo, mungkin akan timbul rasa memiliki terhadapnya. Kemudian karena rasa memiliki, kamu merasa sayang, takut kehilangan dan sebagainya, akibatnya akan timbul sikap over protektif terhadap kekasihmu itu. Kamu akan jadi sangat sensitif terhadap segala hal yang menyangkut kekasihmu itu, terutama jika kamu anggap mengganggunya.

Ngerti maksudku Jo ?"

"Yah, tapi orang jatuh cinta kan tidak mesti seperti itu ?" bantah Paijo.

"Kamu betul. Yang aku sebut itu adalah salah satu perilaku orang jatuh cinta. Tidak semua orang begitu memang," jawab Rakhmat.

"Jadi kamu mau menganalogikan perilaku orang jatuh cinta pada kasus pembakaran buku itu ?"

"Tepat. Tapi, namanya juga analogi, nggak akan pas betul. Mereka adalah orang yang mencintai Islam dan umat Islam."

"Aku tidak setuju !" agak keras Paijo memotong. "Mereka bukan mencintai, justru merendahkan Islam dan umat Islam. Kalau yakin akan kebenaran Islam mengapa takut dengan ideologi lain. Apa mereka kira umat Islam ini anak kecil yang harus terus dikekepin."

"Cinta itu buta Jo. Terkadang akal sehat tidak berlaku bagi orang yang jatuh cinta. Begitulah cara mereka mencintai Islam dan umat Islam. Repot memang, apalagi kalau mereka sudah ngotot bahwa cara mencintai seperti itulah satu-satunya yang betul, sembari mati-matian menolak cara mencintai yang lain, yang mungkin lebih dewasa dan lebih masuk akal," Rakhmat menjelaskan.

"Nah, berarti salah kan ?" tanya Paijo.

"Ya, salah. Ada lagi sudut pandang lain yang barangkali bisa membuat kita lebih arif menilainya, yaitu warisan budaya kekerasan dari rejim-rejim terdahulu," kata Rakhmat lagi.

"Maksudmu ?"

"Yah, tindakan kekerasan oleh rejim terdahulu terhadap rakyat pada umumnya, dan umat Islam pada khususnya. Umat Islam telah sekian lama disakiti, Jo. Kamu boleh tanya pada kiyai atau ustadz yang senior, di waktu dulu orang mau menyelenggarakan pengajian itu susahnya bukan main. Dan jika bisa, hampir dipastikan ada intel yang ikut menyelinap di antara para jama'ah. Ditambah lagi dengan pengalaman traumatis pemberontakan PKI."

"Itu aku tahu Mat. Tapi tidak lantas hal tersebut bisa jadi alasan kita ganti main kekerasan."

"Kondisi kejiwaan manusia itu tidak terbentuk seketika Jo. Ia melalui proses yang panjang. Tindak kekerasan bukan hanya monopoli umat Islam, tapi sudah menjadi kelakuan bangsa Indonesia pada umumnya. Lihatlah di Ambon, di Sulawesi, di Solo, kekerasan seolah-oleh sudah menjadi bagian dari kehidupan bangsa kita. Aku tidak ingin terjebak hanya menyalahkan kondisi terdahulu, tapi sulit untuk tidak menyebutnya dalam menilai setiap tindak kekerasan yang marak belakangan ini."

"Tapi mestinya kita harus belajar dari masa lalu, bukannya malah mengulanginya lagi Mat."

"Betul Jo, seperti yang aku bilang kondisi kejiwaan manusia itu terbentuk dari proses yang panjang. Kalau mau perbandingan, selidikilah seorang anak yang suka melakukan tindak kekerasan. Barangkali saja dia juga terbiasa mendapat perlakuan yang sama, bisa dari orangtua, saudara, teman-temannya, gurunya dll."

"Penjelasanmu terkesan apologetik Mat."

"Ya, aku akui itu. Aku hanya ingin kamu jangan terlalu keras 'menghukum' mereka. Ketidaksetujuan, petisi silakan jalan terus, namun jangan dalam bentuk yang menghina, yang hanya akan melahirkan sakit hati baru, dendam baru dan kelak kekerasan baru yang lebih hebat lagi."

"Ada satu lagi. Kelakuan mereka mirip dengan kelakuan penguasa orde baru, apa mungkin orde baru ada di belakang mereka kali ini Mat," Paijo bertanya.

"Sejujurnya, aku tidak tahu Jo."

10 Mei 2001

No comments: